Selasa, 14 Januari 2020

TUPOKSI Kurikulum

FUNGSI KURIKULUM
Dalam proses belajar kurikulum memegang peranan yang sangat penting, karena dengan kurikulum peserta didik sebagai individu yang berkembang akan memperoleh manfaat. Banyak pihak-pihak yang dapat mengambil manfaat dari sebuah kurikulun, baik bagi peserta didik itu sendiri, sekolah yang bersangkutan, sekolah pada tingkatan di atasnya, guru, orang tua peserta didik, maupun bagi masyarakat. Manfaat yang dapat mereka ambil dari suatu kurikulum berbeda satu dengan yang lainnya, sebab kurikulum memiliki manfaat tersendiri dari tiap dimensi. Hal inilah yang menunjukkan keluasan dari fungsi kurikulum yang tidak hanya dapat diambil oleh pihak-pihak yang terkait dengan dunia sekolah saja. Namun juga dapat bermanfaat bagi pihak-pihak di luar dunia sekolah.
  1. Fungsi kurikulum bagi sekolah
Kurikulum pada dasarnya merupakan alat atau usaha yang berfungsi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, baik itu dalam tujuan nasional, institusional, kurikuler, maupun dalam tujuan instruksional. Dengan adanya suatu kurikulum maka tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh sekolah tertentu dapat tercapai.
  1. Fungsi kurikulum bagi peserta didik
Kurikulum dipersiapkan untuk peserta didik dalam rangka memberi pengalaman baru yang suatu saat dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan mereka, sebagai bekal dalam hidupnya. Sehingga suatu saat ia akan menjadi seseorang yang dibutuhkan dalam masyarakat.
  1. Fungsi kurikulum bagi guru
Bagi seorang guru kurikulum memberikan manfaat sebagai pendoman dalam mengatur kegiatan pendidikan dan pengajaran, termasuk kegiatan menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar, serta dalam mengevaluasi perkembangan peserta didik.
  1. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah dan pembina sekolah
Kepala sekolah memiliki tanggung jawab dalam kurikulum, baik dalam kedudukannya sebagai seorang Administrator maupun Supervisor. Maanfaat kurikulum bagi kepala sekolah antara lain adalah ;
  • Sebagai pendoman dalam memperbaiki situasi belajar, sehingga lebih kondusif. Serta untuk menunjang situasi belajar ke arah yang lebih baik.
  • Sebagai pendoman dalam memberikan bantuan kepada pendidik (guru) dalam memperbaiki situasi belajar.
  • Sebagai pendoman dalam mengembangkan kurikulum, serta dalam mengadakan evaluasi kemajuan kegiatan belajar mengajar.
  1. Fungsi kurikulum bagi orang tua peserta didik
Selain bagi orang peserta didik itu sendiri, kurikulum juga dapat memberikan manfaat bagi orang tua peserta didik, yaitu sebagai acuan untuk berpartisipasi dalam membimbing putra/putrinya. Sehingga pengalaman belajar yang diberikan oleh orang tua peserta didik sesuai dengan pengalaman belajar yang diberikan oleh sekolah.
  1. Fungsi kurikulum pada tingkat pendidikan di atasnya
Selain bagi sekolah yang mengelola kurikulum itu sendiri, kurikulum juga dapat memberikan manfaat bagi tingkat pendidikan (sekolah) di atasnya, yaitu sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun sebuah kurikulum. Sehingga terciptanya keseimbangan dan kesesuaian antara kurikulum pada tingkat sekolah di bawahnya dengan kurikulum yang dikelolanya.
  1. Fungsi kurikulum bagi masyarakat
Dengan mengetahui suatu kurikulum sekolah, masyarakat dapat berpartisipasi dalam rangka memperlancar program pendidikan, serta dapat memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan program pendidikan di sekolah. Sehingga sekolah dapat melahirkan generasi-generasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Presepsi yang salah jika menganggap manfaat kurikulum hanya dapat diambil oleh pihak-pihak yang terkait dalam dunia sekolah saja. Memang pada dasarnya yang mengembangkan sebuah kurikulum adalah sekolah, namun seperti yang telah dibahas, manfaat dari sebuah kurikulum sangatlah luas. Semua pihak dapat mengambil manfaat dari sebuah kurikulum, dan kurikulum memberikan manfaat tersendiri dari tiap dimensinya.

Sasaran Kurikulum

FUNGSI KURIKULUM

1.      FUNGSI KURIKULUM BERDASARKAN SASARANNYA
a.       Bagi Siswa
·         Kurikulum sebagai organisasi disiapkan bagi peserta didik sebagai salah satu konsumsi pendidikan mereka. Dengan demikian diharapkan peserta didik akan mendapat sejumlah pengalaman baru yang kelak dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan anak, guna melengkapi bekal hidupnya.
·         Bagi siswa sendiri, kurikulum berfungsi sebagai pedoman belajar. Melalui kurikulum siswa akan memahami apa yang harus dicapai, isi atau bahan pelajaran apa yang harus dikuasai dan pengalaman belajar apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan.

b.      Bagi Guru
·         Sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar para peserta didik.
·          Sebagai pedoman dalam mengadakan evaluasi terhadap perkembangan peserta didik dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan.
·         Pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan dan pembelajaran.
·         Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka guru mestinya mencermati tujuan pendidikan yang akan dicapai oleh lembaga pendidikan dimana ia bekerja.
·         Guru tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum sesuai dengan kurikulum yang berlaku, tetapi juga sebagai pengembanga kurikulum dalam rangaka pelaksanaan kurikulum tersebut

c.       Bagi Kepala Sekolah
·         Sebagai pendoman dalam memperbaiki situasi belajar, sehingga lebih kondusif. Serta untuk menunjang situasi belajar ke arah yang lebih baik.
·         Sebagai pedoman dalam memberikan bantuan kepada pendidik (guru) dalam memperbaiki situasi belajar.
·         Sebagai pendoman dalam mengembangkan kurikulum, serta dalam mengadakan evaluasi kemajuan kegiatan belajar mengajar.
·         Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi dalam memberikan bantuan kepada para guru dalam menjalankan tugas kependidikan mereka.
·         Sebagai seorang administrator maka kurikulum dapat di jadikan pedoman dalam mengembangkan kurikulum pada tahap selanjutnya.
·         Sebagai acuan bagi pelaksanan evaluasi agar proses belajar mengajar dapat lebih baik.
·         Sebagai pemberi bantuan, bimbingan, pengarahan / motivasi, nasihat, dan pengarahan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar yang pada gilirannya meningkatkan hasil belajar siswa.
·         Sebagai pedoman untuk mengatur dan membimbing kegiatan sehari-hari di sekolah, baik kegiatan intra kurikuler, ekstra kurikuler maupun ko-kurikuler.
·         Kurikulum merupakan barometer atau alat pengukur keberhasilan program pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah dituntut untuk menguasai dan mengontrol, apakah kegiatan proses pendidikan yang dilaksanakan itu berpijak pada kurikulum yang berlaku.

d.      Bagi Penulis Buku Ajar
·         Untuk dijadikan pedoman-pedoman dalam menyusun bab-bab dan sub-sub bab beserta isinya.
·         Bagi para penyusun buku ajar, memahami kurikulum merupakan keharusan, karena untuk dapat menyusun buku ajar yang sesuai dengan kehendak kurikulum maka cara satu-satunya adalah membaca dan memahami kurikulum itu sendiri.
·         Para penulis bahan ajar terlebih dahulu membuat analisis intruksional, untuk membuat berbagai pokok bahasan maupun sub bahasan. Selanjutnya menyusun Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) untuk mata pelajaran tertentu, baru berbagai sumber bahan yang relevan yaitu, bahan cetak yang diperoleh dari nara sumber, pengalaman penulis dan lingkungan.


e.       Bagi Masyarakat/Instansi/Lembaga
·         Ikut memberikan bantuan guna memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerjasama dengan pihak orang tua/masyarakat.
·         Ikut memberikan kritik/saran yang membangun dalam rangka penyempurnaan program pendidikan di sekolah agar lebih serasi dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja.
·         Masyarakat bisa mengetahui apakah pengetahuan, sikap, dan nilaiserta keterampilan yang dibutuhkannya relevan atau tidak dengan kuri-kulum suatu sekolah.

f.       Bagi Sekolah Diatasnya
·         Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun sebuah kurikulum. Sehingga terciptanya keseimbangan dan kesesuaian antara kurikulum pada tingkat sekolah di bawahnya dengan kurikulum yang dikelolanya.
·         Menjamin adanya pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan.
·         Penyiapan Tenaga Kerja yaitu jika suatu sekolah berfungsi menyiapkan tenaga pendidik bagi sekolah yang berada di bawahnya, maka perlu sekali sekolah tersebut memahami kurikulum sekolah yang berada di bawahnya.
·         Agar kesinambungan dan keterkaitan antara tingkatan pendidikan tadi dari sisi korelasi keilmuwan harus sinergis dalam rumusan kurikulum.

g.      Bagi Orang Tua Siswa
·         Agar orang tua dapat membantu usaha sekolah dalam memajukan peserta didik (putranya).
·         Mengetahui pengalaman belajar yang diperlukan peserta didik (putranya).
·         Ikut berpartisipasi membimbing peserta didik (putranya).
·         Sebagai acuan untuk berpartisipasi dalam membimbing putra/putrinya. Sehingga pengalaman belajar yang diberikan oleh orang tua peserta didik sesuai dengan pengalaman belajar yang diberikan oleh sekolah.
·         Fungsi yang amat besar bagi orang tua mereka yaitu dapat berperan serta dalam membantu sekolah melakukan pembinaan terhadap putra putri mereka.Dengan mengacu pada kurikulum sekolah di mana anak-anak mereka di bina, maka orang tua dapat memantau perkembangan informasi yang di serap anak mereka.

h.      Bagi Pengawas
·         fungsi kurikulum dapat dijadikan sebagai pedoman, patokan, atau ukuran dan menetapkan bagaimana yang memerlukan penyempurnaan atau perbaikan dalam usaha pelaksanaan kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan.
i.        Bagi Pemakai Lulusan
·         Ikut memberikan kontribusi dalam memperlancarkan pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerjasama dengan pihak orangtua dan masyarakat.
·         Ikut memberikan kritik dan saran yang konstruktis demi penyempurnaan program pendidikan di sekolah, agar lebih serasi dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja.
·         Instansi atau perusahaan yang memper-gunakan tenaga kerja yang baik dalamarti kuantitas dan kualitas agar dapat meningkatkan produk-tivitas.

2.      FUNGSI KURIKULUM BERDASARKAN LINGKUPNYA
a.       Umum
·         Fungsi Penyesuaian, karena individu hidup dalam lingkungan, sedangkan lingkungan tersebut  senantiasa berubah dan dinamis, maka setiap individu harus mampu menyesuaikan diri secara dinamis. Dan di balik lingkungan pun harus disesuaikan dengan kondisi perorangan, disinilah letak fungsi kurikulum sebagai  alat pendidikan menuju individu yang well adjusted.
·         Fungsi Integrasi, kurikulum  berfungsi mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi. Oleh karena individu itu sendiri merupakan bagian integral dari masyarakat, maka pribadi yang terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan atau pengintegrasian  masyarakat.
·         Fungsi Deferensiasi, kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaan-perbedaan perorangan dalam masyarakat. Pada dasarnya deferensiasi akan mendorong  orang berpikir kritis dankreatif, dan ini akan mendorong kemajuan sosial dalam masyarakat.
·         Fungsi Persiapan, kurikulum  berfungsi mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk jangkauan  yang lebih jauh atau terjun ke masyarakat. Mempersiapkan kemampuan sangat perlu, karena sekolah tidak mungkin memberikan semua apa yang diperlukan atau semua  apa yang menarik minat mereka.
·         Fungsi Pemilihan, antara keperbedaan dan pemilihan mempunyai hubungan yang erat.Pengakuan atas perbedaan berarti pula diberikan kesempatan bagi seseorang untuk memilih apa yang  dinginkan  dan menarik minatnya. Ini merupakan kebutuhan yang sangat ideal bagi masyarakat yang demokratis, sehingga kurikulum perlu diprogram secara  fleksibel.
·         Fungsi Diagnostik, salah satu segi pelayanan pendidikan adalah membantu dan mengarahkan para siswa agar mereka mampu memahami dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan  semua potensi yang dimiliki.Ini dapat dilakukan bila mereka menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang dimiliki melalui eksplorasi dan prognosa. Fungsi  kurikulum dalam mendiagnosa dan membimbing siswa agar dapat mengembangkan potensi siswa secara optimal.


b.      Khusus
·         Fungsi preventif (pencegahan) yaitu dimaksudkan agar guru terhindar dari melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan dalam kurikulum.
·         Fungsi korektif (memperbaiki) yaitu sebagai rambu-rambu yang harus dipedomani dalam membetulkan pelaksanaan yang menyimpang dari kurikulum.
·         Fungsi konstruktif (pengembangan lebih lanjut) memberikan arah yang benar bagi pelaksanaan dan mengembangkan pelaksanaannya, asalkan arah pengembangannya mengacu pada kurikulum yang berlaku.

Tujuan Kurikulum

Redaksi Siedoo.com, merangkum dari berbagai sumber tentang fungsi kurikulum. Dengan mengetahui pengertian kurikulum yang merupakan sebuah rencana pembelajaran, pembaca  mestinya akan sadar kalau fungsi kurikulum ini sangatlah penting dalam kemajuan pendidikan, baik di Indonesia maupun di dunia.
Dengan adanya kurikulum, kita bisa mengetahui kemana tujuan sebuah pendidikan dijalankan. Singkatnya pada lingkup sekolah, kita akan mengetahui kemana arah pembelajaran yang akan  diterima di sekolah tersebut. Karena itulah, kurikulum hukumnya wajib ada di setiap institusi pendidikan.
Di Indonesia, telah terjadi beberapa kali pergantian kurikulum. Tentunya dari berbagai pergantian tersebut ada sisi positif maupun negatif. Kurikulum di Indonesia dikembangkan dan disepakati oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan guru-guru atau tenaga pengajar. (pengertianparaahli.com)
Tentu saja setiap negara memiliki kurikulum yang berbeda-beda pula, hal ini tergantung kepada bagaimana tujuan dari pendidikan masing - masing negara tersebut.
Fungsi kurikulum
Fungsi kurikulum secara luas adalah dalam rangka untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum merupakan alat atau usaha untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan tersebut diantaranya adalah:
  1. Tujuan Nasional (Pendidikan Nasional)
  2. Tujuan Institusional (Lembaga atau Institusi)
  3. Tujuan Kurikuler (Bidang Studi)
  4. Tujuan Instruksional (Penjabaran Bidang Studi)
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, fungsi kurikulum dapat dibagi kedalam beberapa pengelompokan berdasar pihak yang berkaitan dengan kurikulum tersebut.
Fungsi Kurikulum untuk Peserta didik
Bagi peserta didik, fungsi kurikulum adalah sebagai sarana untuk mengukur kemampuan diri dan konsumsi pendidikan. Hal ini berkaitan juga dengan pengejaran target - target yang membuat peserta didik dapat mudah memahami berbagai materi ataupun melaksanakan proses pembelajaran setiap harinya dengan mudah.
Selain itu, juga diharapkan agar peserta didik mendapatkan pengalaman -pengalaman baru yang di masa depan dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangannya, dan bisa menjadi bekal kehidupan nantinya. (satujam.com)
Selain itu, fungsi kurikulum bagi peserta didik adalah mempermudah mereka dalam memetakan jadwal yang akan mereka buat nantinya. Dengan jadwal ini, mereka dapat membagi waktu untuk mengerjakan pekerjaan - pekerjaan yang harus dikerjakan sesuai dengan tuntunan oleh guru atau pendidik nantinya.

Kurikulum

Definisi Kurikulum – Pada kesempatan kali ini Ayoksinau.com akan membahas tentang definisi kurikulum, fungsi dan komponen-komponen kurikulum.
Definisi Kurikulum

Definisi Kurikulum

Kurikulum sendiri berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu curriculum.Curriulum memiliki arti rencana pembelajaran.
Kata curriculum itu sendiri berasal dari bahasa latin yakni dari kata currere. Kata currere dapat diartikan dengan banyak artian seperti maju dengan cepat, berlari cepat, menjalani dan berusaha.
Secara umum, definisi kurikulum merupakan suatu sistem pengaturan dan rencana tentang bahan pembelajaran yang nantinya akan dijadikan pedoman dalam aktivitas belajar mengajar.

Fungsi Kurikulum

Kurikulum merupakan alat yang digunakan dalam pendidikan tentu memiliki berbagai macam fungsi dalam pendidikan. Fungsi dari kurikulum tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Fungsi Penyesuaian, adalah kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya, karena lingkungan itu bersifat dinamis atau berubah-ubah setiap saat.
  2. Fungsi Integrasi, berarti bahwa kurikulum adalah alat pendidikan yang dapat menciptakan individu-individu yang utuh, yang nantinya dapat diberguna dan dapat berintegrasi di lingkungan
  3. Fungsi Diferensiasi, memiliki arti bahwa kurikulum adalah suatu alat yang dapat memberikan pelayanan yang mampu menghargai dan melayani berbagai macam perbedaan setiap siswa.
  4. Fungsi Persiapan, berarti bahwa kurikulum dapat berfungsi sebagai pendidikan yang mampu mempersiapkan siswa ke jenjang yang selanjutnya serta mampu untuk mempersiapkan dirinya agar dapat hidup di lingkungan masyarakat, ketika ia tidak melanjutkan pendidikannya.
  5. Fungsi Pemilihan, Kurikulum berfungsi untuk untuk menentukan program pembelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat siswa.
  6. Fungsi Diagnostik, berarti bahwa kurikulum merupakan suatu alat pendidikan yang mampu memahami potensi dan kelemahan yang ada dalam diri setiap siswa. Ketika telah mampu memahami potensi serta kelemahannya, maka diharapkan nantinya siswa tersebut dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya dan mau memperbaiki kelemahannya tersebut.

Komponen-Komponen Kurikulum

Kurikulum memiliki empat unsur komponen pembentuk atau penyusun kurikulum sebagai berikut.
1) Komponen Tujuan
Kurikulum merupakan suatu sistem pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan karna berhasil atau tidaknya sistem pembelajaran diukur dari banyaknya tujuan-tujuan yang tercapai. Tujuan pendidikan menurut permendiknas No. 22 Tahun 2007 pada tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah adalah sebagai berikut.
  • Tujuan pendidikan dasar adalah untuk meletakkan dasar pengetahuan, kecerdasan, kepribadian, keterampilan hidup mandiri, akhlak mulia serta mengikuti untuk pendidikan selanjutnya.
  • Tujuan pendidikan menengah yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, kecerdasan, kepribadian, keterampilan hidup mandiri, akhlak mulia serta untuk mengikuti pendidikan pada tahap selanjutnya.
  • Tujuan pendidikan menengah kejurusan yaiut untuk meningkatkan pengetahuan, kecerdasan, kepribadian, keterampilan hidup mandiri, akhlak mulia serta untuk mengikuti pendidikan yang selanjutnya sesuai jurusannnya masing-masing.
  • Tujuan pendidikan institusional yaitu tujuan pendidikan yang dikembangkan di kurikuler dalam setiap mata pelajaran disekolah.
2) Komponen Isi (Bahan pengajaran)
Kurikulum dalam komponen isi adalah suatu yang diberikan kepada anak didik untuk bahan belajar mengajar guna mencapai tujuan. Kurikulum memiliki kriteria yang membantu perencanaan pada kurikulum. Kriteria kurikulum adalah sebagai berikut.
  • Sesuai dan bermakna bagi perkembangan siswa.
  • Mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji.
  • Mencerminkan kenyataan sosial.
  • Menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
3) Komponen Strategi
Kurikulum sebagai komponen strategi tentunya merujuk pada metode dan pendekatan serta peralatan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Strategi dalam pembelajaran tergambar dari cara yang ditempuh dalam pembelajaran, mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbingan dan mengatur kegiatan baik umum maupun yang sifatnya khusus. Strategi pelaksanaan adalah bimbingan, pengajaran, penilaian, dan penyeluhan kegiatan sekolah. Tercapainya tujuan, ini diperlukan pelaksanaan yang baik dalam menghantarkan peserta didik ke tujuan tersebut yang merupakan tolak ukur dari program pembelajaran (kurikulum).
4) Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi yakni memeriksa suatu kurikulum apakah tujuan kurikulum tersebut telah tercapai dengan baik dalam proses maupun dalam hasil belajar peserta didik yang mempunyai peranan penting dalam menentukan keputusan dari hasil evaluasi untuk dapat digunakan dalam pengembangan model kurikulum sehingga nantinya mampu mengetahui tingkat keberhasilan suatu siswa dalam mencapai tujuannya.
Sekian pembahasan dari Ayoksinau.com mengenai definisi kurikulum, fungsi dan komponen-komponen kurikulum. Kunjungin terus Ayoksinau.com karena masih bnyak artikel menarik lainnya.

Kurikulum Bahasa Inggris

Kurikulum Pembelajaran Bahasa Inggrisdi Iran. By: Mahmood Reza Atai dan Farhad Mazlum (Department of Applied Linguistics & TEFL, Kharazmi University, Tehran, Iran).Top of FormPenelitian ini mengkaji tentang  perencanaan kurikulum pengajaran bahasa Inggris di Kementerian Pendidikan Iran dan pelaksanaannya oleh guru. Kami mempelajari evaluasi program, analisis kebutuhan, dokumen specific PBI, jalur komunikasi antara perencanaan dan tingkat praktek, evaluasi guru dan penilaian siswa; interpretasi dan pemeriksaan ulang kebijakan nasional dalam Kementerian, dan kriteria pengembangan materi yang ditetapkan untuk PBI. Instrumen termasuk: dokumen kurikulum; wawancara dengan para pejabat Kementerian, pengembang material dan Pimpinan Guru, and kuesioner guru. Hasil membuktikanbahwa tidak adanya dokumen PBI untuk pengembangan materi dan tidak adanya penilaian berbasis kebutuhan sebagai dasar program. Juga, tidak ada penetapan kriteria linguistik dan profesionalisme untuk mengevaluasi guru, dan perencanaan untuk penilaian siswa terbatas pada seperangkat pedoman umum. Selain itu, tidak ada sebuah evaluasi program atau model evaluasi PBI dan kebijakan tingkat nasional tidak kembali diperiksa di tingkat perencanaan. Hasil juga menunjukkan bahwa kesenjangan antara perencanaan dan praktek sebagai hasil dari proses pembuatan kebijakan yang sangat terpusat di mana pembuat kebijakan lokal (yaitu guru) tidak terlibat.
Kata kunci:    pengembangan kurikulum, inovasi kurikulum, pengajaran bahasa, bahasa modern asing; pedagogi, pengembangan profesional, kebijakan pendidikan bahasa Inggris
PENGANTAR

         Perencanaan kurikulum adalah proses multi sektor multi-level dimana beberapa variabel yang saling terkait dan pihak berinteraksi dalam cara yang kompleks. Meskipun ada variasi dan kontroversi yangdilibatkan dalam mendefinisikan kurikulum (Oliva 2005), beberapa komponen inti dari proses tersebut diakui dan ditekankan oleh sebagian pakar. Misalnya, peran kunci Analisi kebutuhan, karena memainkan peranan penting dalam menciptakan program pengembangan (Johnson dan Johnson 1999). Sama pentingnya dengan kurikulum yang diusulkan dan dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan utama (yaitu guru).
           Studi sistematis tentang kebijakan PBI, perencanaan kurikulum dan praktek di Iran adalah langka. Kiany, Mirhosseini, dan Navidinia (2011) meneliti dokumen tingkat nasional yang luas dari Iran untuk menyelidiki apakah literatur tentang kebijakan pendidikan bahasa asing telah dipertimbangkan dalam mengembangkan dokumen. Mereka menyimpulkan bahwadokumen diperiksa tampaknya jauh dari mengartikulasikan kebijakan yang koheren, Dan kadang ada ketidaksesuaian antara dokumen-dokumen tersebut (Kiany, Mirhosseini, dan Navidinia 2011, 63). Haddad Narafshan dan Yamini (2011) meneliti pandangan guru Iran ‘kebijakan PBI  pemerintah menunjukan bahwa sebagian besar peserta (70%) percaya bahwa pemerintah Iran memiliki pendekatan negatif untuk pendidikan bahasa Inggris pada umumnya, karena alasan-alasan politik dan agama.
Atai (2002) belajar bahasa Inggris untuk tujuan akademik tertentu (ESAP) pengembang kurikulum menyimpulkan bahwa, pengembangan kurikulum di Iran belum dilakukan secara sistematis dan koheren. peserta yang terlibat dalam pengembangan dan pelaksanaan program ESAP  biasanya melakukan tugas-tugas mereka secara independen. Dalam studi lain, Atai(2002) berpendapat bahwa kurangnya retorika antara lapisan atas dan bawah tentang Bahasa Inggris untuk tujuan akademik (EAP) kurikulum membingungkan di Iran.
Penelitian ini adalah berkaitan dengan pengembangan kurikulum PBI dan praktek dalam pendidikan utama Iran. Ini mengeksplorasi isu-isu kunci dalam perencanaan kurikulum nasional PBI di Iran yang menargetkan seluruh siswa SMP dan SMA. Kemudian, fokus bergeser dari perencanaan kemudian tingkat praktek dalam rangka untuk menyelidiki koneksi antardua hal. Pertama, bagian pengantar singkat tentang PBI di Iran diberikan dalam rangka untuk mengontekstualisasikan penelitian. Kemudian, rincian tentang peserta penelitian, prosedur pengumpulan data, dan analisis data yang disediakan dalam bagian metodologi. Pada akhirnya, temuan dibahas dan penarikan kesimpulan, diikuti oleh beberapa implikasi.
ELT DI IRAN

Di Iran, anak-anak mulai pendidikan keaksaraan formal pada usia tujuh tahun (palls 2010). Anak-anak berproses melalui empat tingkatan pendidikan: SD      (Kelas 1-5 ), SMP (Kelas 6-8), SMA (Kelas 9-11), dan pra-universitas (Grade 12). Bahasa Inggris secara resmi diajarkan di sekolah SMP untuk siswa berusia antara 11 dan 13 tahun (Ansary dan Babaii 2003). Sistem pendidikan berada di bawah lingkup Departemen Pendidikan (palls 2010) dan semua buku pelajaran termasuk Bahasa Inggris dikembangkan dan disahkan oleh Menteri Iran Pendidikan.
Dengan peningkatnya peran bahasa Inggris dalam dunia digital global, kebutuhan untuk standar kompetensi yang dapat diterima dalam bahasa ini untuk generasi yang akan datang telah diakui di banyak negara, termasuk Iran. Setelah Revolusi Islam pada tahun 1979, peran baru yang ditetapkan untuk program bahasa Inggris dan PBI. Menurut Yavari (1990), dengan pendidikan bahasa Inggris para pendidik selain memiliki kemampuan komunikasi akademik yang baikjuga memiliki pengetahuan menyebarkan ideologi revolusi Islam.
Untuk pengembangan industri, ekonomi, dan pertanian swasembada, membaca teks ilmiah bahasa Inggris diberi prioritas yang lebih tinggi saat menetapkan tujuan program PBI (Dewan Tinggi Revolusi Kebudayaan2002, 3). Dalam kata lain, program PBI ditujukan terutama untuk mengembangkan kemampuan membaca siswa dan keterampilan, karena pengetahuan ilmiah terbaru dan informasi teknologi dapat ditemukan di materi cetak dan tingkat baik kemampuan membaca bisa menyelamatkan bangsa dari ketergantungan.
Kritik, bagaimanapun, telah ditunjukan pada dua alasan: (1) fokus tujuan program PBI sebelumnya telah sempit dan unidimensional, dan (2) tujuan yang terbatas tersebut belum terpenuhi secara memuaskan. Kritik tersebut disertai dan diperkuat oleh argumen bahwa terjemahan tata bahasa mendominasi sistem pendidikan utama Iran (Riazi 2005) dan bahwa sifat struktural dan tata bahasa Inggris adalah jenis utama dari kelas bahasa Inggris di Iran (Jahangard 2007; Hayati dan Mashhadi 2010).Selain itu, dengan meningkatnya kebutuhan siswa terutama untuk belajar bahasa Inggris fungsional, efisiensi sekolah umum secara serius ditantang. Riazi (2005) berpendapat bahwa dengan  peningkatan laju globalisasi, bahasa Inggris mengambil peran penting dalam proses ini, kebutuhan bagi peserta didik dan keluarga mereka adalah belajar bahasa Inggris dengan cara yang komunikatif tidak terpenuhi oleh kurikulum formal’ (Riazi 2005, 111).
CAKUPAN PEMBELAJARAN
Ketidakpuasan publik dengan efisiensi arus utama PBI di Iran telah dibahas dalam konteks PBI Iran. Misalnya, Hayati dan Mashhadi (2010) berpendapat bahwa sektor publik secara umum gagal untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa Iran. Alasan inefisiensi tersebut mungkin berkaitan dengan kritik informal beberapa individu (Farhady 1999;Maftoon et al 2010).
Kondisi tersebut sebagai dasar untuk penyelidikan menyeluruh dari dua tingkat terkait: bagaimana perencanaan PBI dilakukan dan, yang lebih penting, bagaimana hal itu dipraktekkan. Untuk tujuan ini, beberapa isu mendasar yang dipilih untuk melayani sebagai pedoman pertanyaan untuk tingkat pertama, yaitu perencanaan di Kementerian Pendidikan Iran. Untuk mempelajari bagaimana rencana dikembangkan dipandang, ditafsirkan, disesuaikan, dan diterapkan oleh guru bahasa Inggris, mirip, tapi terbatas dalam lingkup, pertanyaan yang sesuai dengan orang-orang di tingkat pertama pengembangannya.
Penelitian ini merupakan upaya untuk menyelidiki perencanaan kurikulum PBI di Kementerian Iran Pendidikan. Pertanyaan penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki berikut: analisis kebutuhan, evaluasi program, evaluasi guru bahasa Inggris (bahasa yang diharapkan dan standar profesional); saluran komunikasi dengan tingkat yang lebih rendah, interpretasi dan pemeriksaan ulang kebijakan nasional yang relevan pada tingkat ini, model penilaian/cetak biru yang digunakan untuk pelajar di setiap kelas, pengawasan proses pengembangan materi, dan kriteria menjadi pengembang bahan untuk Kementerian.
Pertanyaan Penelitian pada tingkat praktek dalam konteks lokal dari PBI di Iran. Lebih khusus, mereka dimaksudkan untuk menyelidiki bagaimana apa yang direncanakan oleh Departemen dialokasikan dan dilaksanakan pada tingkat praktek oleh guru bahasa Inggris Iran. Selain itu, hasil dari perencanaan PBI di Kementerian Iran diselidiki oleh satu rangkaian pertanyaan penelitian.
METODOLOGI
Studi saat inimenggunakan pendekatan kualitatifuntuk menyelidikistatusperencanaan kurikulum PBIDepartemen Pendidikan Irandan konsekuensi dariperencanaantersebut padatingkat mikropraktek. Beberapa pertanyaanpenelitianuntuk perencanaandan praktektingkatdikembangkan
PARTISIPAN
Bagian ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama menyajikan profil dari peserta yang ambil bagian dalam tingkat perencanaan kurikulum ELT Iran. Kemudian, rincian peserta menyediakan data untuk laporan tingkat praktek. Secara rinci dejelaskan sebagai berikut:
1. Participant tinngkat perencanaan: pejabat penting dan pengembang materi
Tiga tokoh kunci dari Kementerian Iran Pendidikan dan dua pengembang bahan PBI berpartisipasi dalam penelitian ini. Deputi Kementerian Pendidikan dan Organisasi Riset dan Perencanaan Pendidikan, sekretariat Dewan Tinggi Pendidikan, dan dua pengembang materi PBI diwawancarai.
2. Peserta praktek-level: Pimpinan Guru dan guru Sebagai pelaku
Dua kelompok utama pada tingkat ini adalah Pimpinan Guru bahasa Inggris di setiap provinsi di seluruh Iran dan berlatih guru EFL di sekolah umum.Pimpinan Guru. Ada kantor Kementerian Pendidikan di masing-masing provinsi di seluruh Iran. Setiap kantor menunjuk satu atau dua guru bahasa Inggris sebagai kepala apa yang umumnya dikenal sebagai kelompok pengajaran bahasa Inggris (ETGs).Guru. Enam ratus tujuh puluh dua guru bahasa Inggris di 13 provinsi Ardabil, Tehran, Khuzestan, Kohkiluye ve Boyer Ahmad, E. Azerbaijan, W. Azerbaijan, S. Khorasan, Kermanshah, Yazd, Hamadan, Zanjan, Golestan, dan Qazvin mengambil bagian dalam studi. Para peserta diajarkan di sekolah-sekolah umum di tingkat SMP dan SMA. Sebagian besar dari mereka (sekitar 78 %) bergelar BA dalam bahasa Inggris dan pengalaman mengajar mereka sekitar 14 tahun rata-rata.
INSTRUMENT
Dokumen nasional dan kurikulum, wawancara, dan kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini. Dua protokol wawancara yang digunakan: protokol wawancara pertama dikembangkan untuk pejabat tinggi di Departemen pengembang bahan dan ELT (digambarkan sebagai tingkat perencanaan dalam penelitian ini), protokol keduadigunakan untuk mewawancarai Pimpiana Guru. Untuk mengumpulkan data dari kelompok terbesar (yaitu guru ), kuesioner terbuka dikembangkan. Protokol pertama memiliki delapan komponen: analisis kebutuhan, evaluasi program, evaluasi guru bahasa Inggris (bahasa yang diharapkan dan standar profesional); saluran komunikasi dengan tingkat yang lebih rendah, interpretasi dan pemeriksaan ulang kebijakan nasional yang relevan pada tingkat ini, model penilaian/cetak biru yang digunakan untuk pelajar di setiap kelas, pengawasan proses pembangunan materi, dan kriteria menjadi pengembang bahan untuk Kementerian.

PENGUMPULAN DATA DAN ANALISIS
Pengumpulan data dilakukan pada tahun 2010 dan 2011. Surat resmi diserahkan kepada tokoh kunci di kantor mereka di Departemen Pendidikan untuk janji wawancara.  Setelah mendapatkan persetujuan pejabat dan pengembang materi  PBI, wawancara dilakukan dan  direkam dengan audio. Salah satu pengembang diwawancarai secara elektronik. Rata-rata, setiap wawancara berlangsung sekitar 30 menit. Semua wawancara dilakukan di Farsi. Catatan diambil selama wawancara diikuti oleh transkripsi langsung mereka.
Para Pimpinan Guru di provinsi diwawancarai secara elektronik atau ditelepon. Adapun guru di 13 provinsi, kuesioner dikirim ke Pimpinan Guru atau rekan mereka untukdidistribusikan di antara para guru bahasa Inggris di provinsi-provinsi yang bersangkutan. Wawancara dengan pejabat kementerian,pengembang material PBI, dan Pimpinan Gurudigunakan wawancara terbuka. Hal ini juga terjadi dengan item dalam kuesioner guru. Pertanyaan-pertanyaan disampaikan kepada Pimpinan Guru, pengembang bahan, dan pejabat kementerian mengikuti format standar wawancara terbuka , karena peserta tersebut diberikan pertanyaan yang telah disiapkan. Dengan kata lain, setiap diwawancarai adalahbertanya pertanyaan yang sama.
Jawaban pejabat Kementerian dan pengembang bahan untuk setiap pertanyaan wawancara adalah cross dibandingkan untuk mengidentifikasi penjelasan yang konsisten, umum, dan dominan di seluruh jawaban mereka untuk setiap item. Kategori-kategori yang sering muncul dalam jawaban guru untuk kuesioner item diberi persentase setelah penggalian kategori yang jelas dari jawaban mereka atas setiap pertanyaan.


HASIL

Tingkat Perencanaan
Temuan kami pada tingkat ini menunjukkan bahwa perencana kurikulum menggunakan apa yang mungkin disebut ‘dokumen utama’ sebagai titik awal mereka dalam mentukan kebijakan pendidikan dan perencanaan. Dokumen utama ini meliputi: (1) arah Imam Khomeini, instruksi dan pandangan; (2) rekomendasi Ayatollah Khamenei, instruksi dan pandangan, (3) konstitusi Iran, (4) Dokumen yang disetujui oleh Dewan Tinggi Refolusi Kebudayaan, (5) kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh Dewan Tinggi Pendidikan, dan (6) Dokumen Nasional Pendidikan dan kurikulum nasional. Para responden berpendapat bahwa para pejabat di Departemen Pendidikan menggunakan dokumen utama untuk tujuan perencanaan kurikulum. Menurut para pengembang materi PBI, tidak ada dokumen PBI yang spesifik di Iran dan kegiatan pusat perencanaan kurikulum PBIhanya mengikuti apa yang ditetapkan oleh Dewan Tinggi Refolusi Kebudayaan dan Dewan Tinggi Pendidikan. Lebih khusus lagi, karena Dewan Tinggi Refolusi Kebudayaan mendefinisikan tujuan pendidikan bahasa Inggris yakni siswa mampu membaca teks teknis di perguruan tinggi, jadi pengembang bahan bertanggung jawab untuk memproduksi bahan-bahan yang ditujukan terutama membina kemampuan membaca.
Pengembang materi PBI menyatakan bahwa program pengembanganPBI saat ini di Iran tidak didasarkan pada sebuah proyek Analisi Kebutuhanyang sistematis. Pertemuan tahunan para pejabat dengan Pimpinan Guru dari seluruh provinsi adalah sumber utama bagi perencana untuk mengembangkan gambaran kasar kebutuhan mahasiswa Iran. Salah satu pengembang materi menekankan bahwakebutuhan PBI di Iran tidak jauh berbeda dengan negara-negara lain. Deputi Kementerian dan Organisasi Research dan Perencanaan Pendidikan bulat berpendapat bahwa para pembuat kebijakan tingkat tinggi tahu kebutuhan individu dan sosial siswa hanya karena mereka sangat berkualitas dan berasal dari berbagaiLatar belakang profesional (misalnya sosiologi, pendidikan, psikologi, agama, ekonomi, dll).
Berkaitan dengan proses pengevaluasian Guru Bahasa Inggris, temuan kami menunjukkan bahwa guru bahasa Inggris dievaluasi seperti guru-guru lain (misalnya kimia, matematika, sejarah). Dengan kata lain, tidak ada kriteria PBI terkait lansung untuk guru bahasa Inggris. yakni, tidak adanya ditetapkan standar linguistik dan profesional bagi calon guru dan guru.
Pelaksanaan evaluasi program PBI di Iran belum dilakukan secara sistematis. Sekretariat Dewan Tinggi Pendidikanmenyatakan bahwa masih kurangnya evaluasi dan pengawasan pusat dalam Kementerian untuk menilai dan mengevaluasi baik dimensi mikro dan makro dalam berbagai departemen perencanaan termasuk bahasa Inggris. Sekretariat Dewan Tinggi Pendidikan  juga mencatat bahwa’ pusat evaluasi akan mulai bekerja dengan tujuan menilai tidak hanya unit skala yang lebih kecil seperti bahasa Inggris, tetapi unit yang lebih luas seperti seluruh sistem.Yang diwawancarai sepakat bahwa kebijakan tingkat makro tidak kembali diperiksa pada tingkat bawah, karena diasumsikan bahwa kebijakan yang ditetapkan oleh individu yang sangat kompeten dan berkualitas yang cukup menyadari masalah nasional.
Tingkat Praktek
Konsekuensi dari masalah yang berhubungan dengan perencanaan tersebut dilaksanakan dan diperiksa di tingkat praktek olehPimpinan Guru dan guru di sekolah umum. Berikut ini adalah ringkasan temuan untuk setiap pertanyaan pada tingkat ini.
Pertama, efisiensi jalur komunikasi antara praktek dan tingkat perencanaan yang lebih tinggi menunjukan bahwa. Sebagian besar Pimpinan Guru (73,33%) di seluruh Iran percaya bahwa jalur tersebut adalah satu arah topdown rute dan umpan balik mereka berbasis konteks, laporan, dan komentar yang dibutuhkan hanya formalitas saja. Korespondensi langsung Pimpinan Guru dengan pusat perencanaan Kurrikulum (CPC) buntu dalam kebanyakan kasus (93,33 %). Hal yang sama terjadi pada berkomunikasi guru dengan pejabat tingkat perencanaan.
Kedua, sebagian besar Pimpinan Guru (71,42 %) menyatakan bahwa produk akhir perencana’ (buku teks PBI) pada dasarnya tidak layak untuk mahasiswa Iran dalam hal pertimbangan kognitif dan afektif. Argumen ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa buku teks masih rendah muatan keterampilan kognitif di semua kelas, hanya baru-baru ini dikembangkan buku teks pra-universitas yang memiliki keterampilan kognitif (misalnya analisis, evaluasi, dan kreativitas) (Babaii 1997; Riazi dan Mosalanejad 2010). Masalah rendahnya keterampilan kognitif dalam isi buku teks bahasa Inggris adalah merupakan temuan studi ini. Isi buku, menurut peserta, tidak baik serta tidak cocok untuk mahasiswa Iran dalam hal pertimbangan afektif. Ketidaksesuaian antara isi buku dan minat siswa, kebutuhan, kehidupan sehari-hari dan pengalaman mereka dilaporkan sebagai penjelasan temuan tersebut.
Berkaitan dengan evaluasi sistematis kompetensi profesional guru, sebagian besar responden tidak puas dan merasa frustrasi. Menurut sebagian besar Pimpinan Guru (82,60 %), guru bahasa Inggris umumnya dievaluasi dengan cara yang sama seperti guru-guru lain (misalnya guru kimia atau geografi). guru menyatakan bahwa kualitas pengajaran mereka dievaluasi terutama dengan melihat jumlah siswa  yang lulus ujian, yang mereka percaya adalah kriteria yang tidak dapat diterima. Sekitar 80 % dari para guru percaya bahwa evaluasi mereka tidak sistematis. Sebagian dari peserta (61,63 %) berpendapat bahwa evaluasi mereka dipengaruhi oleh hasil ujian siswa mereka saja dan tidak ada kriteria lain yang penting bagi para pelaku, atau pejabat di Kementerian. Guru-guru ini berpendapat bahwa mereka dievaluasi tanpa memperhatikan keterampilan profesional mengajar mereka, dan ideologi politis keyakinan guru tidak digunakan sebagai kriteria evaluasi. Beberapa guru (hanya 2,04 %) tidak setuju dengan hal ini dan percaya kriteria yang relevan digunakan untuk tujuan evaluasi.
Lebih dari setengah Pimpinan Guru (57,14 %) berpendapat bahwa guru tidakmengukuti rencana resmipembelajaran dan pengujian yang telah ditetapkan secara umum, hal ini dilakukan dengan dua alasan utama yakni: (1) tidak ada pengawasan, dan (2) kriteria hasil ujian siswa untuk evaluasi guru menurunkan semangat guru. Sisanya 38,09 % merasa puas dengan kepatuhan guru untuk mengajar dan pengujian norma-norma yang diharapkan. Menariknya, 63,67 % dari guru berpendapat bahwa tidak ada pedoman untuk  penilaian dan 73,06 % juga mengatakan tidak adanya pedoman pengajaran atau yang dikenal sebagai buku panduan guru di Iran.Hasilnya diverifikasi oleh dokumen resmi. Menurut beberapa dokumen (misalnya Program lima tahun untuk Pengembangan Bahasa Inggris dan Investigasi Kualitas PBI di Iran yang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan dan Dewan Tinggi Refolusi Kebudayaan), baik buku pedoman pengajaran guru dan buku latihanhanya tersedia untuk guru SMP dan tidak ada buku latihan untuk tingkat SMA.
Umpan balik Guru dan siswa juga merupakan sumber informasi yang berharga dari tingkat praktek mikro untuk tingkat yang lebih tinggi ketika sebuah program dievaluasi dilaksanakan. Proses unpan balik tampaknya berfungsi dalam perencanaan kurikulum PBI Iran, karena umpan balik dipedulikan atau tidak ada umpan balik yang dikirim sama sekali. Dari Pimpinan Guru diwawancarai, 57,14 % menyatakan bahwa mereka mengumpulkan umpan balik guru dan siswa tentang berbagai aspek dan mengirimkannya ke para pejabat di Kementerian namun tidak jawaban atau tanggapan sama sekali. 68.16 % guru melaporkan bahwa mereka tidak diminta untuk melakukan umpan balik baik itu formal ataupun informal, oleh aparat. Lebih dari setengah dari guru (54.28 %) tidak meminta siswa mereka umpan balik sama sekali. Sangat banyak guru tampaknya sulit untuk menerima peserta didik mereka dapat memberikan kontribusi yang positif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, ada kekurangan dari mekanisme umpan balik pengolahan pada tingkat ini, yang dapat dikaitkan dengan masalah yang lebih luas di Kementerian Pendidikan, sejauh ini, belum ada sistem evaluasi yang sistematis dari program pendidikan, apalagi PBI. Kebutuhan untuk umpan tingkat akan sia-sia kecuali sistem evaluasi diluncurkan oleh Kementerian.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: tidak adanya dokumen PBI untuk pengembangan materi dan tidak adanya penilaian berbasis kebutuhan sebagai dasar program. Juga, tidak ada penetapan kriteria linguistik dan profesionalisme untuk mengevaluasi guru, dan perencanaan untuk penilaian siswa terbatas pada seperangkat pedoman umum. Selain itu, tidak ada sebuah evaluasi program atau model evaluasi PBI dan kebijakan tingkat nasional tidak kembali diperiksa di tingkat perencanaan. Hasil juga menunjukkan bahwa kesenjangan antara perencanaan dan praktek sebagai hasil dari proses pembuatan kebijakan yang sangat terpusat di mana pembuat kebijakan lokal (yaitu guru) tidak terlibat.
KRITIK
Kekuatan
Ada Tiga aspek pentik yang menjadi kekutan dari artikel ini yakni: (1) Artikel ini menggunakan kalimat-kalimat yang sederhana dan disusun dengan tata bahasa yang baik sehingga mudah memudahkan para pembaca untuk mendalami ini Artikel ini; (2) Menggunakan metedologi penelitian yang baik. Hal ini tergambar dalam desain penelitian yang dignakan, teknik pengambilan imforman, teknik pengumpulan data serta analisis data yang digunakan; (3) Moyoritas Menggunakan referensi-referensi terkini dan dari sumber utamanya.
Kelemahan
Kelamahan yang ada dalam artikel ini adalah yakni tidak adanya rekomendasi penetian yang dituangkan secara konkrit sebagai solusi dari beberapa masalah yang ditemukan oleh peneliti kepada pihak-pihak yang terkait diantaranya adalah Kementian Pendidikan, Dewan Tinggi Pendidikan, Dewan Tinggi Refolusi Kebudataan, Organisasi Penelitian dan Perencanaan Pendidikan, Pimpinan Guru serta Guru untuk dijadikan acuan sebagai pengambilan kebujakan atau tindakan yang akan dilakukan.

REFERENCES

Ali, M. 2011. Teachers’ and students’ perspectives on English language assessment in the secondary English language teaching (ELT) curriculum in Bangladesh. MEd diss., University of Canterbury. ir.canterbury.ac.nz/bitstream/10092 /6210/1/thesis_fulltext. pdf (accessed June 13, 2012).
Atai, M.R. 2002a. ESAP curriculum planning in Iran: An incoherent educational experience. Special Issue of the Journal of Persian Literature and Human Sciences ofTehran Teacher Training University 1: 17–34.
Beh-Afarin, S.R. 2007. EFL teacher development in Iran. ILI Language Teaching Journal 3, no. 1: 33–50.
Beretta, A. 1990. Implementation of the Bangalore Project. Applied Linguistics 11, no. 4: 321–37.
Chang, M. 2011. Factors affecting the implementation of communicative language teaching in Taiwanese college English classes. English Language Teaching 4, no. 2: 3–12.
Davies, A. 2009. Professional advice vs political imperatives. In The politics of language education: Individuals and institutions, ed. J.C. Alderson, 45–63. Clevedon, UK:Multilingual Matters.
Farhady, H. 1999. Teaching English in Iran: Problems and challenges. Motarjem (Translator) 3: 1–22.
Farhady, H., and F. Sajadi. 2004. Systematic evaluation of English education in Iran’s junior high schools. English and Linguistics 21, no. 1: 40–55.
Farhady, H., F. Sajadi Hezaveh, and H. Hedayati. 2010. Reflections on foreign language education in Iran. The Electronic Journal for English as a Second Language 13, no. 4: 1–18.
Gahin, G., and D. Myhill. 2001. The communicative approach in Egypt: Exploring the secrets of the pyramids. TEFL Web Journal 1, no. 2.
Hayati, A.M., and A. Mashhadi. 2010. Language planning and language-in-education policy in Iran. Language Problems and Language Planning 34, no. 1: 24–42.
High Council of Cultural Revolution. 2002. Investigation of ELT quality in Iran. Tehran, Iran: High Council of Cultural Revolution.
High Council of Cultural Revolution. 2010. Supplementary documents of comprehensive science roadmap. Tehran, Iran: High Council of Cultural Revolution.
Hu, Y. 2007. China’s foreign language policy on primary English education: What’s behind it? Language Policy 6, no. 6: 359–76.
Jafarpour, A. 1986. Critical investigation of final English exams in Iran’s Ministry of Education. Journal of Social Sciences and Humanities of Shiraz University 2, no. 1: 92–104.
Jahangard, A. 2007. Evaluation of the EFL materials taught at Iranian high schools. The Asian EFL Journal 9, no. 2: 130–50.
Johnson, K., and H. Johnson. 1999. Encyclopedic dictionary of applied linguistics. Oxford, UK: Blackwell.
Kamyabfard, M. 2002. Content analysis of high school English book 2 based on teachers’ and students’ views in District 14 of Tehran. MA diss., Islamic Azad University.
Karavas-Doukas, E. 1995. Teacher-identified factors affecting the implementation of a curriculum innovation in Greek public secondary schools. Language, Culture andCurriculum 8, no. 1: 53–68.
Khani, R. 2003. Investigation of teachers’ views on improving English teaching quality in public schools of Ilam. Tehran, Iran: Ministry of Education.
Kırkgo¨ z, Y. 2009. Globalization and English language policy in Turkey. Educational Policy 23, no. 5: 663–84.
Lambert, D.R. 2001. Adult use and language choice in foreign language policy. In New perspectives and issues in educational language policy: In honour of Bernard Dov Spolsky, ed. R.L. Cooper, E. Shohamy, and J. Walters, 171–96. Amsterdam, TheNetherlands: John Benjamins.
Lefstein, A. 2004. Review of Standards deviation: How schools misunderstand education
policy. Education Review. http://edrev.asu.edu/reviews/rev333.htm (accessed December 11, 2012). 408 M.R. Atai and F. Mazlum
Downloaded by [Virginia Commonwealth University Libraries] at 00:32 04 October 2013
Ministry of Education. 2002. Five-year program for English language development. Tehran, Iran: Ministry of Education.
Ministry of Education, Organization of Research and Educational Planning, Curriculum
Planning Center. 2010. Collection of educational regulations. Tehran, Iran: Ministry of Education.
Munby, J. 1978. Communicative syllabus design. Cambridge, UK: Cambridg University Press.
Nunan, D. 2003. The impact of English as a global language on educational policies and practices in the Asia-Pacific region. TESOL Quarterly 37, no. 4: 589–613.
Oliva, F.P. 2005. Developing the curriculum. 6th ed. New York: Pearson Education.
Paknezhad, F. 2001. Content analysis of English book 2 based on teachers’ and students’ views in Rasht. MA diss., Islamic Azad University.
Riazi, A., and N. Mosalanejad. 2010. Evaluation of learning objectives in Iranian highschool and pre-university English textbooks using Bloom’s taxonomy. The ElectronicJournal for English as a Second Language 13, no. 4: 1–16.
Tusi, B. 1998. Features of foreign language textbooks. Journal of Faculty of Letters and Humanities (University of Ferdowsi Mashhad) 30, nos. 1–2: 79–91.
Wang, H. 2010. Translating policies into practice: The role of middle-level administrators in language curriculum implementation. The Curriculum Journal 21, no. 2: 123–40.
White, R.V. 1988. The ELT curriculum: Design, innovation and management. Oxford, UK: Blackwell.